Searching...
Sabtu, 13 Desember 2014

Konsep Estetika dalam Dunia Fotografi

 

 Sebuah karya atau foto dikatakan sebagai benda seni, harus bukan sekadar hasil upaya proses reproduksi belaka. Foto seni semestinya berasal dari suatu kontemplasi yang intens. Pemunculan gagasan atau ide tidaklah serentak dan berkesan dadakan. Ada suatu proses pengamatan empirik, komparasi, perenungan dan bahkan serangkaian mimpi-mimpi yang panjang yang lalu berwujud sebagai titik akhir sebuah eksekusi: konsep, visi, dan misi yang trasparan serta ''baru''. Dengan begitu, sebuah foto seni tidak hanya sebentuk seni instan belaka. Foto seni merupakan bagian dari cabang seni rupa yang paling muda.

    LEBIH satu abad lalu, fotografi ditemukan sebagai suatu teknologi baru di bidang perekaman visual yang cukup revolusioner. Prinsip dasar fotografi telah dikenal orang sejak lama melalui cara kerja kamera Obscura -- alat yang dapat mengabadikan objek ke atas permukaan lempengan tembaga dan kertas. Mereka yang melakukan hal tersebut kemudian dikenal sebagai tokoh pionir fotografi seperti Josep Necepphore, Louis Jacues Mande Deguerre (keduanya dari Prancis) dan Hendri Fox Talbot (Inggris).

    Selanjutnya, secara bertahap fotografi berkembang ke arah penyempurnaan teknik dan kualitas gambarnya sampai pada akhir abad ke-19 saat George Eastmen mempopulerkan produk kamera Kodak-nya ke pasaran Amerika, fotografi telah mencapai kualitas hasil yang mendekati seperti yang dikenal sekarang. Namun, sebenarnya perkembangan foto seni di Indonesia sendiri telah berkembang di akhir abad ke-18, ada orang Indonesia yang telah membuat foto-foto indah menawan di dalam studio maupun di alam bebas, foto-foto itu jelas sekali bernapaskan seni seperti yang dikenal sekarang.

    Objek, lighting, dan komposisinya jelas sekali diperhitungkan dengan masak saat pemotretan. Pencetakan fotonya pun sangat brilian, sehingga hasil fotonya menjadi indah menawan bagaikan lukisan-foto piktorial. Perbedaan yang dapat dilihat dengan jelas adalah sebagian besar foto terekam beku. Jika memotret manusia, maka si model diwajibkan diam beberapa saat. Hal ini dapat dimaklumi karena teknologi fotografi saat itu masih sederhana, body kamera berukuran besar, sedangkan filmnya masih dalam bentuk lembaran (bukan rol), bahkan bahan dasarnya kaca atau seluloid, dengan kepekaan (ASA) yang masih rendah. Mekanis pada lensa juga sangat sederhana, bahkan banyak lensa yang mempunyai satu bukaan diafragma dan tidak disertai lembaran daun diafragma, sehingga pemotretan dilakukan dengan cara membuka dan menutup lensa (lenscap).

Kontemplasi Intens
    Pengertian foto seni adalah suatu karya foto yang memiliki nilai seni atau estetik yang bersifat universal maupun lokal atau terbatas. Karya-karya foto dalam kategori ini mempunyai suatu sifat yang secara minimal berdaya simpan dalam waktu yang relatif lama dan tetap dihargai nilai seninya.

    Sebuah karya atau foto dikatakan sebagai benda seni harus bukan sekadar hasil upaya proses reproduksi belaka. Foto seni semestinya berasal dari suatu kontemplasi yang intens. Pemunculan gagasan atau ide tidaklah serentak dan berkesan dadakan. Ada suatu proses pengamatan empirik, komparasi, perenungan dan bahkan serangkaian mimpi-mimpi yang panjang yang lalu berwujud sebagai titik akhir sebuah eksekusi: konsep, visi, dan misi yang trasparan serta "baru". Dengan begitu, sebuah foto seni tidak hanya sebentuk seni instan belaka.

     Foto seni merupakan bagian dari cabang seni rupa yang paling muda. Walau tidak bisa dipungkiri, secara teknikal, foto seni memberikan kontribusi kepada cabang fotografi lainnya, semisal foto jurnalistik. Berbagai kalangan fotografi mengakui, perkembangan dunia fotografi di Indonesia memang belum sepenuhnya menggembirakan. Memang sejak "reformasi" foto baik dari foto jurnalistik, fotostudio, komersial ataupun yang bernuansa salonis, foto seni, dunia fotografi Indonesia sedang memasuki era baru.

    Kassian Cephas, orang Jawa kelahiran Yogyakarta, 15 Januari 1845, oleh banyak pihak diakui sebagai fotografer pertama Indonesia. Fotografer lainnya yang ada di Indonesia sebagian besar adalah keturunan Belanda. Kassian Chepas yang tinggal dan punya studio di Yogyakarta juga merupakan "pemotret resmi" Kraton Yogyakarta. Selain memotret kalangan elite, Kassian Chepas juga banyak memotret candi dan bangunan bersejarah lainnya terutama yang ada di sekitar Yogyakarta. Selain karya Chepas, foto-foto kuno yang dibuat pada akhir dan awal tahun 1900-an (sayang banyak yang tidak diketahui siapa pemotretnya), banyak juga yang menampilkan sisi keindahan dengan objek panorama maupun human interest.

     Selain itu, ada pula Ansel Adam seorang "fine art photographer" Amerika terbesar dari abad ke-20. Ansel Adam tidak hanya dihargai dari karya foto-fotonya saja, juga dari dedikasinya dalam dunia pendidikan fotografi. Ansel bersama Fred Archer pada 1940-an memperkenalkan suatu metode yang dikenal dengan nama zone system (ZS).

     Metode temuan Ansel ini secara umum adalah proses terencana dalam pembuatan foto, mulai dari pra-visualisasi kemudian mengkalkulasi pencahayaan secara tepat, sampai memproses film secara akurat. Hasil akhirnya adalah negatif foto yang prima sebagai pondasi utama membuat cetakan foto yang berkualitas juga maksimal. Metode ZS, bila dipahami secara benar, akan sangat membantu fotografer menghasilkan foto semaksimal mungkin sehingga tidak lagi mengharapkan suatu keberuntungan semata dalam menentukan perhitungan pencahayaan. Segalanya telah diprediksi dan direncanakan dengan baik.

    Foto seni (fine art) adalah foto-foto piktorialisme, yakni jenis foto yang menonjolkan estetika yang meniru pencitraan gambar (picture) atau lukisan (painting). Jenis foto ini lebih menyerukan keindahan atau nilai artistiknya ketimbang kandungan makna foto itu sendiri. Elemen-elemen yang diekploitasi oleh fotografer foto seni ialah komposisi, penyinaran yang dramatis (chiroscuro) dan nada warnanya.

    Foto seni bisa disimpulkan sebagai foto dalam proses yang berkesinambungan. Ada hal yang tidak bisa dipisahkan mulai dari konsep perencanaan, pembuatan, penerapan teknis secara akurat termasuk di dalamnya pemrosesan film ataupun pembuatan file digital. Menyikapi kontroversi tentang digital, menarik mengutip pendapat seorang jurnalis kawakan bahwa hanya foto jurnalis yang tidak boleh dimanipulasi. Foto-foto jurnalistik harus menyampaikan suatu kebenaran apa adanya, sedangkan dalam foto seni, proses digital hanya meupakan alat pembantu dalam berkarya. Dalam mencipta suatu karya seni, konsep utama yang harus dipersiapkan adalah idealisme pribadi. Pengembangan konsep tersebut, lalu penyesuaian dengan sarana yang ada, pengaruh lingkungannya, kesulitan yang mungkin terjadi, dan tentu saja harus didukung dengan peralatan yang memadai sebagai faktor teknis penciptaan. Sebagai ilustrasi untuk hal ini adalah foto-foto karya Do Qong Hai yang mirip dengan lukisan bergaya China. Karya-karya ini dibuat dengan melakukan sandwich dari beberapa negative yang dalam pembuatannya telah direncanakan dengan matang.

Nilai-nilai Humanisme
     Banyak yang tidak menyangka bahwa perkembangan foto seni di Indonesia sangat pesat. Dari segi ekonomi sekarang, sebuah foto bisa dihargai puluhan juta rupiah selembarnya. Namun bukan sekadar dari segi ekonomi saja, dari segi seni rupa umumnya, perkembangan foto seni sudah dapat disejajarkan dengan seni lainnya. Mereka yang tidak percaya tentang hal ini menganggap bahwa sebuah cetakan foto seni hanyalah sebuah replika dari negatif pembentuknya. Foto mudah dibuat berapa lembar pun asalkan negatif fotonya masih ada, sehingga tidak bisa disamakan dengan karya seni lain.

    Hal ini lebih membangkitkan fotografer menekuni bidang foto seni, karena sekarang tumbuh sekelompok orang yang mengoleksi foto dan menganggapnya sama dengan benda seni lain. Walaupun dapat dikatakan perkembangan foto seni di Indonesia masih belum maksimal, karena belum banyak yang menekuni foto seni itu sendiri. Foto seni tak selalu "apa" yang menjadi objek, melainkan lebih pada "proses" ketika memotret dan memroses hasil cetakannya. Ketika orang memotret, dia harus sudah tahu akan seperti apa hasilnya hingga sedetail mungkin.

     Perkembangan foto seni yang begitu pesat dapat dinikmati setelah bergulirnya era reformasi 1998 yang juga menjadi tonggak perkembangan bidang lain. Estetika dalam foto seni didapatkan apabila telah ditemukan titik estetika itu sendiri. Artinya, di situ harus ada momentum pengalaman kesadaran seniman maupun pengapresiasi seninya.

     Dalam estetika dikenal ada dua pendekatan. Pertama, ingin langsung meneliti keindahan itu dalam benda-benda atau alam indah serta seni itu sendiri atau mau lebih. Kedua, menyoroti situasi kontemplasi rasa indah yang sedang dialami atau pengalaman keindahan dalam diri orangnya. Pengalaman estetika berkait erat dengan soal perasaan. Sebuah foto seni dikatakan memiliki estetika, ciri-cirinya, foto tersebut tidak hanya mampu mengeploitasi keindahan melainkan mampu pula menyumbangkan nilai-nilai humanisme universal kepada umat manusia. Fotografi tidak hanya sebagai ekses kemudahan alat rekam, namun di sana tercermin sebuah proses pencitraan gagasan dan estetika yang lebih transenden.

     Tetap harus dipahami, membuat foto seni merupakan bagian dari fotografi yang memiliki konsep estetika, dan memperhitungkan terlebih dulu unsur-unsur penciptaan sebuah foto -- dari pencahayaan sampai proses pencetakannya. Semua direncanakan dengan matang dan terencana, karena kini foto seni telah sama rumitnya dengan dengan seni lain. Apalagi jika dibincangkan posisi fotografi dalam konteks kesenirupaan (fine art) kini, bisakah dan mampukah fotografi disandingkan dalam keluarga senirupa (high art). Koeksistensinya ini tidaklah berpretensi saling menegasikan. Justru sebaliknya -- dan siapa tahu -- dunia high art makin diperkaya dengan hadirnya fotografi di komunitasnya.


    Sejalan dengan perkembangan teknologi kini, fotografer yang mau menekuni foto seni akan lebih mudah dengan hadirnya teknik digital. Apalagi mau bekerja keras mencoba dan mau belajar terus-menerus. Sebuah foto akan dapat menjadi representasi fotografer yang menciptakannya. Sudah saatnya lahir para maestro fotografi yang punya ciri khas masing-masing, sehingga mengenalkan diri ke publik yang lebih luas.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Back to top!